EXPEDISI SUKU BAJO (Desa Samajaya Toronipa Kendari)




Expedisi Suku Bajo Oleh Penulis


Tepat pukul 08.00  kami sudah berkumpul di Gedung FIB ( Fakultas Ilmu budaya ) Universitas Halu Oleo untuk bersiap siap  pergi ke kampung bajo, sebagai mahasiswa kami tidak melulu belajar teori di dalam kelas,  tapi hari ini saatnyalah kami akan mempraktekan Ilmu kami di laboratorium, tidak seperti mahasiswa lainnya seperti jurusan Saintek mereka mempunyai Laboratorium tersendiri , tapi bagi kami anak jurusan Soshum maka masyarakatlah yang menjadi satu  satunya Labiratorium untuk mengembangkan ilmu. Hari ini  kami akan melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan)  di perkampungan Bajo tepatnya di Desa Samajaya , Toronipa Kendari
Peserta PKL kali ini melibatkan sebagian dari Mahasiswa Jurusan Bahasa Dan Sastra , yang terdiri dari Program Studi Sastra Inggris  sebanyak 60 orang dan Program Studi Sastra Indonesia sebanyak 70. Khusus kami Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris “014” akan melakukan melakukan penelitian terkait dengan mata kuliah  Comparative Literature (sastra bandingan ), yaitu kami akan meneliti tentang  perbandingan budaya dan tradisi  masyarakat desa samajaya yang mayoritas bersuku bajo dengan suku minoritas/ pendatang seperti suku tolaki dan bugis  yang suadah lama menetap di sana. 
Suasana kampung bajo desa Sama jaya Toronipa Kendari




kami tiba disana  tepat Pada Pukul 09.00,  kami disambut oleh anak anak desa yang sedang melakukan bakti social, mereka cukup bersahabat, sebelum melakukan kegitan, terlebih dahulu kami dikumpulkan untuk melakukan briefing yang di pimpin oleh Dosen pembimbing mata kuliah Comparative Literature, kemudian kami di bagi menjadi 5 kelompok dan masing masing kelompok harus mengunjungi 5 rumah untuk mendapatkan data, tehnik pencarian data disini di lakukan dengan tehnik wawancara/ Tanya jawab langsung dengan masyarakat desa, indicator penelitiannya adalah terkait dengan  adat, istiadat, sistim kepercayaan, pantangan, dan Tradisi yang ada di sana. data data yang kami peroleh nantinya akan kami susun menjadi sebuah laporan singkat 

Setelah selesai briefing, maka saatnya melakukan observasi  dilapangan yaitu dengan mengunjungi rumah rumah penduduk untuk mendapatkan informasi. Rumah yang pertama kali kami kunjungi  adalah sebuah rumah papan yang cukup sederhana , setelah mengucapkan salam kami pun disambut oleh seorang penghuni rumah  dan  di persilahkan masuk, Informan kali ini adalah seorang ibu  yang berumut 40 tahun, namanya adalah ibu Suriani, dia adalah suku tolaki  setelah memperkenalkan nama dan menyampaikan tujaun kami, ibu suriani siap memberikan informasi.  beberapa informasi yng kami dapat adalah bahwa masyarakat Suku  Bajo disini   memiliki beberapa kepercayaan yang masih  pegang teguh diantaranya bahwa Tidak boleh membuang kopi dan lombo (cabe) kelaut, selain  itu mengenai Ritual adat ada sebuat ritual tahunan yang di lakukan masyarakat disini tempatnya  di pulau Bokori. karena Ibu Suriani  adalah  suku pendatang dia tidak terlalu tahu banyak tentang hal  tersebut, Namun menurut dia suku Bajo tersebut banyak memiliki tradisi yng masih di pegang teguh sampai sekarang dibandingkan dengan suku tolaki yang sudah modern. 

Lain juga dengan Asdia ( 30 tahun ) dia adalah suku Bajo asli yang menikah dengan  Orang Tolaki, meurut dia system perkawina disini mengikuti adat dari perempuanya, misalanya perempuannya adalah seorang bajo asli yang menikah dengan laki laki  suku bugis atau tolaki maka laki laki   tersebut harus mengikuti adat istiadat suku bajo karena perempuannya berasal dari suku bajo. begitupun sebaliknya. mengenai ritual adat , ada sebuah ritual adat yang dilakukan setiap tahun yang dinamakan “Ritual Adat Tolak Bala “ dimana ritual tersebut dilakaukan ketika ada bencana kelaparan atau  kematian  yang melanda desa , ritual tersebut di pimpin oleh “Imah” (Imam kampung )  yang dilakukan dengan meletakan sesaji di laut, setelah itu mereka akan membagikan air air doa kepada warga kampung umtuk di minum,  selain itu ada juga ritual  “Torobunda” yaitu ritual ketika seorang pertama kali  menancapkan  Bilek/serong dengan tujun agar mendapatkan penghasilan yang banyak dari  bilek/serong tersebut, ritual tersebut dilakukan dengan mengundang seluruh warga untuk makan dan minum diperahu disekitar bilek/ serong yng ditancapkan  , semakin banyak warga yang datang maka dipercaya akan semakin banyak penghasilan dari bilek/serong tersebut. terkait dengan pantangan atau pemali menurut dia ada beberapa pantangan/pemali masih dipecaya oleh  masyarakat  bajo diantaranya yaitu tidak boleh  mengeluarkan anak kecil yang baru lahir dari rumah kecuali sudah berumur 7 bulan, mereka juga masih percaya  apabila seseorang pergi melaut tidak  boleh mengatakan “tidak ada”  apabila di menanyakan peralatannya , kalau dilakukan maka yng melaut tersebut tidak akan mendapatkan hasil,  selain itu mereka juga masih percaya bahwa penyuh merupakan hewan yang dikeramatkan dan tidak boleh di tagkap dan masih banyak lagi.

Informan terakhir yang kami datangi adalah  Imam desa  bernama pak  Syamsul (40 tahun)
menurut dia dan awalnya suku bajo itu berasal dari Johor (Malaysia) dan Filipina mereka merupakan suku yang Nonmaden( berpindah pindah) menurut pesebaran hasil laut sebagai mata pencahariannya, namun seiring perkembangan jaman dan masyarakat bajo sudah banyak yang berpendidikan maka tradisi nonmaden tersebut tidak lagi di laksanakan, sejak dulu masyarakat suku bajo sudah memeluk agama islam dan mereka mempunyai yaitu  bahasa persatuan  yang menjadi cri khas tersendiri. terkait dengan adat istiadat menurut beliau ada beberapa  ada beberapa adat istiadat masyarakat bajo yng perlu di ketahui seperti adat perkawinan masyarakat bajo itu terdiri atas dua yaitu satu Sialiang ( kawin lari) yang dilakukan secara singkat tanpa banyak persyaratan dan  yang kedua yaitu  “Boteh”(nikah resmi ) yang dilakukan denga beberapa persyaratan dan ritual ritual adat, adapun persyaratannya apabilah ingin menikah dengan suku bajo adalah harus menyiapkan selembar Kain putih dan uang senilai 88 Real Arab. Juga adat istadat mengenai upacara  kematian/ kedukaan,  khusus masyarakat bajo mereka akan melakukan ritual doa bersama pada hari ke 3,7 ,10. apabila suadah mencapai hari ke 10  maka doa bersama akan dilanjutkan  setiap sepuluh hari sekali sampai selesai hari ke 100. terkait dengan perbandingan budaya antara suku bajo dan suku lainnya seperti tolaki dan bugis yang ada di Desa Samajaya menurut dia ada beberapa perbedaan yang mencolok diantaranya yaitu suku bajo masih menjunjung tinggi  adat dan istiadatnya dibandinkan dengan suku lainnya yang kebanyakan sudah  di pengaruhi oleh globalisasi misalnya saja mereka masih mempercayai pantangan pantangan yang dilarang oleh adat selain itu masyrakat bajo juaga kehidupannya tidak bisa di pisahkan dengan laut
           

EXPEDISI SUKU BAJO (Desa Samajaya Toronipa Kendari)




Expedisi Suku Bajo Oleh Penulis


Tepat pukul 08.00  kami sudah berkumpul di Gedung FIB ( Fakultas Ilmu budaya ) Universitas Halu Oleo untuk bersiap siap  pergi ke kampung bajo, sebagai mahasiswa kami tidak melulu belajar teori di dalam kelas,  tapi hari ini saatnyalah kami akan mempraktekan Ilmu kami di laboratorium, tidak seperti mahasiswa lainnya seperti jurusan Saintek mereka mempunyai Laboratorium tersendiri , tapi bagi kami anak jurusan Soshum maka masyarakatlah yang menjadi satu  satunya Labiratorium untuk mengembangkan ilmu. Hari ini  kami akan melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan)  di perkampungan Bajo tepatnya di Desa Samajaya , Toronipa Kendari
Peserta PKL kali ini melibatkan sebagian dari Mahasiswa Jurusan Bahasa Dan Sastra , yang terdiri dari Program Studi Sastra Inggris  sebanyak 60 orang dan Program Studi Sastra Indonesia sebanyak 70. Khusus kami Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris “014” akan melakukan melakukan penelitian terkait dengan mata kuliah  Comparative Literature (sastra bandingan ), yaitu kami akan meneliti tentang  perbandingan budaya dan tradisi  masyarakat desa samajaya yang mayoritas bersuku bajo dengan suku minoritas/ pendatang seperti suku tolaki dan bugis  yang suadah lama menetap di sana. 
Suasana kampung bajo desa Sama jaya Toronipa Kendari




kami tiba disana  tepat Pada Pukul 09.00,  kami disambut oleh anak anak desa yang sedang melakukan bakti social, mereka cukup bersahabat, sebelum melakukan kegitan, terlebih dahulu kami dikumpulkan untuk melakukan briefing yang di pimpin oleh Dosen pembimbing mata kuliah Comparative Literature, kemudian kami di bagi menjadi 5 kelompok dan masing masing kelompok harus mengunjungi 5 rumah untuk mendapatkan data, tehnik pencarian data disini di lakukan dengan tehnik wawancara/ Tanya jawab langsung dengan masyarakat desa, indicator penelitiannya adalah terkait dengan  adat, istiadat, sistim kepercayaan, pantangan, dan Tradisi yang ada di sana. data data yang kami peroleh nantinya akan kami susun menjadi sebuah laporan singkat 

Setelah selesai briefing, maka saatnya melakukan observasi  dilapangan yaitu dengan mengunjungi rumah rumah penduduk untuk mendapatkan informasi. Rumah yang pertama kali kami kunjungi  adalah sebuah rumah papan yang cukup sederhana , setelah mengucapkan salam kami pun disambut oleh seorang penghuni rumah  dan  di persilahkan masuk, Informan kali ini adalah seorang ibu  yang berumut 40 tahun, namanya adalah ibu Suriani, dia adalah suku tolaki  setelah memperkenalkan nama dan menyampaikan tujaun kami, ibu suriani siap memberikan informasi.  beberapa informasi yng kami dapat adalah bahwa masyarakat Suku  Bajo disini   memiliki beberapa kepercayaan yang masih  pegang teguh diantaranya bahwa Tidak boleh membuang kopi dan lombo (cabe) kelaut, selain  itu mengenai Ritual adat ada sebuat ritual tahunan yang di lakukan masyarakat disini tempatnya  di pulau Bokori. karena Ibu Suriani  adalah  suku pendatang dia tidak terlalu tahu banyak tentang hal  tersebut, Namun menurut dia suku Bajo tersebut banyak memiliki tradisi yng masih di pegang teguh sampai sekarang dibandingkan dengan suku tolaki yang sudah modern. 

Lain juga dengan Asdia ( 30 tahun ) dia adalah suku Bajo asli yang menikah dengan  Orang Tolaki, meurut dia system perkawina disini mengikuti adat dari perempuanya, misalanya perempuannya adalah seorang bajo asli yang menikah dengan laki laki  suku bugis atau tolaki maka laki laki   tersebut harus mengikuti adat istiadat suku bajo karena perempuannya berasal dari suku bajo. begitupun sebaliknya. mengenai ritual adat , ada sebuah ritual adat yang dilakukan setiap tahun yang dinamakan “Ritual Adat Tolak Bala “ dimana ritual tersebut dilakaukan ketika ada bencana kelaparan atau  kematian  yang melanda desa , ritual tersebut di pimpin oleh “Imah” (Imam kampung )  yang dilakukan dengan meletakan sesaji di laut, setelah itu mereka akan membagikan air air doa kepada warga kampung umtuk di minum,  selain itu ada juga ritual  “Torobunda” yaitu ritual ketika seorang pertama kali  menancapkan  Bilek/serong dengan tujun agar mendapatkan penghasilan yang banyak dari  bilek/serong tersebut, ritual tersebut dilakukan dengan mengundang seluruh warga untuk makan dan minum diperahu disekitar bilek/ serong yng ditancapkan  , semakin banyak warga yang datang maka dipercaya akan semakin banyak penghasilan dari bilek/serong tersebut. terkait dengan pantangan atau pemali menurut dia ada beberapa pantangan/pemali masih dipecaya oleh  masyarakat  bajo diantaranya yaitu tidak boleh  mengeluarkan anak kecil yang baru lahir dari rumah kecuali sudah berumur 7 bulan, mereka juga masih percaya  apabila seseorang pergi melaut tidak  boleh mengatakan “tidak ada”  apabila di menanyakan peralatannya , kalau dilakukan maka yng melaut tersebut tidak akan mendapatkan hasil,  selain itu mereka juga masih percaya bahwa penyuh merupakan hewan yang dikeramatkan dan tidak boleh di tagkap dan masih banyak lagi.

Informan terakhir yang kami datangi adalah  Imam desa  bernama pak  Syamsul (40 tahun)
menurut dia dan awalnya suku bajo itu berasal dari Johor (Malaysia) dan Filipina mereka merupakan suku yang Nonmaden( berpindah pindah) menurut pesebaran hasil laut sebagai mata pencahariannya, namun seiring perkembangan jaman dan masyarakat bajo sudah banyak yang berpendidikan maka tradisi nonmaden tersebut tidak lagi di laksanakan, sejak dulu masyarakat suku bajo sudah memeluk agama islam dan mereka mempunyai yaitu  bahasa persatuan  yang menjadi cri khas tersendiri. terkait dengan adat istiadat menurut beliau ada beberapa  ada beberapa adat istiadat masyarakat bajo yng perlu di ketahui seperti adat perkawinan masyarakat bajo itu terdiri atas dua yaitu satu Sialiang ( kawin lari) yang dilakukan secara singkat tanpa banyak persyaratan dan  yang kedua yaitu  “Boteh”(nikah resmi ) yang dilakukan denga beberapa persyaratan dan ritual ritual adat, adapun persyaratannya apabilah ingin menikah dengan suku bajo adalah harus menyiapkan selembar Kain putih dan uang senilai 88 Real Arab. Juga adat istadat mengenai upacara  kematian/ kedukaan,  khusus masyarakat bajo mereka akan melakukan ritual doa bersama pada hari ke 3,7 ,10. apabila suadah mencapai hari ke 10  maka doa bersama akan dilanjutkan  setiap sepuluh hari sekali sampai selesai hari ke 100. terkait dengan perbandingan budaya antara suku bajo dan suku lainnya seperti tolaki dan bugis yang ada di Desa Samajaya menurut dia ada beberapa perbedaan yang mencolok diantaranya yaitu suku bajo masih menjunjung tinggi  adat dan istiadatnya dibandinkan dengan suku lainnya yang kebanyakan sudah  di pengaruhi oleh globalisasi misalnya saja mereka masih mempercayai pantangan pantangan yang dilarang oleh adat selain itu masyrakat bajo juaga kehidupannya tidak bisa di pisahkan dengan laut